Salam Persaudaraan,
Innal hamda lillaah,
nahmaduhuu wanastaiinuhuu wanastaghfiruh, wanauudzu billaahi min suruuri
anfusinaa, wamin
sayyiaati a'maalinaa, mayyahdillaahu falaa mudlillalah, waman yudlilhu falaa
haadiyalah.
Asyhadu an laa Ilaaha
illallaahu wahdahuu laa syariikalah, waasyhadu anna Muhammadan abduhuu
warasuuluh, alladzii
laa nabiyya ba'dah.
Allaahumma sholli
wasalllim 'alaa sayyidinaa Muhammadin, wa 'alaa aalihii waash haabiihii
ajmaiin.
Ammaa ba'du.
Hadirin saudaraku
kadang kinasih yang saya hormati dan saya cintai,
Bicara
Idul fitri, kita ingat kembali akan Ilmu Setia Hati (SH). Ilmu mengenal diri
sendiri sedalam-dalamnya, sehingga memiliki keyakinan di hati (percaya pada
diri sendiri), yang merupakan cerminan insan beriman. Siapa diri kita ini
sesungguhnya?, kesadaran inilah yang harus kita patri di hati kita, bahwasanya
kita adalah makhluk, titah sak wantah, yang mempunyai kewajiban mutlak kepada
sang pencipta (sang khalik), untuk mengabdi kepada-Nya. Sebagaimana wujud nyata
insan bertaqwa, akni menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Artinya;
tidaklah kuciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku (QS.
Adz-dzariat 56).
Kata
fitrah mengandung arti kesucian dan kekuatan. Manusia terlahir ke muka bumi
dengan fitrah kemanusiaan yang suci yaitu tidak membawa dosa warisan dari siapa
pun, baik kedua orang tua yang melahirkannya, maupun Adam dan Hawa sebagai
moyang umat manusia.
Fitrah
kemanusiaan juga mewarisi kekuatan, karena ruh yang dihembuskan ke dalam jasad
berasal dari Dzat Yang Maha Sempurna dengan segala nama-nama kebaikan (al-asma’
al-husna). Inilah yang membawa manusia memiliki potensi-potensi insani yang
paralel dengan sifat-sifat ketuhanan itu.
Dengan
demikian Fitrah kemanusiaan berdimensi ganda, yakni kesucian dan kekuatan. Jika
keduanya dikembangkan secara simultan maka akan melahirkan insan fitri, yaitu
manusia dengan kepribadian suci dan kuat. Inilah kepribadian orang-orang yang
bertaqwa (muttakin) yang sama-sama ingin kita capai. Seperti halnya tujuan
PSHT, yakni “mendidik manusia berbudi luhur, tahu benar dan salah, serta beriman
dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT). Berbudi luhur itulah muara
atau tujuan akhir kita ngudi ilmu SH. Sedangkan muaranya atau tujuan akhir kita
beragama adalah akhlak mulia (akhlakul karimah).
Jika
kita mampu memiliki kesucian dan kekuatan diri (iman dan taqwa), maka kita akan
memperoleh kemenangan. Iman itu adanya di hati, maka merupakan kekuatan dari
dalam (kekuatan batin), sedangkan taqwa merupakan kekuatan lahir, terpantul dari
seseorang menjalankan ibadahnya, yakni menjalankan perintah-Nya, dan menjauhi larangan-Nya.
Memiliki kesucian dan kekuatan diri inilah sebenarnya yang kita rayakan setiap hari
raya Idul fitri, yaitu kemenangan kaum beriman mengendalikan hawa nafsu selama
sebulan penuh sehingga terlahir kembali sebagai insan paripurna penuh kesucian
dan kekuatan diri. (tinata lahir batine).
Hadirin saudaraku
kadang kinasih yang saya hormati dan saya cintai,
Mengendalikan
hawa nafsu, itulah sebenarnya kuncinya. Mengendalikan hawa nafsu disebut
sebagai
jihad
besar, karena pengendalian hawa nafsu adalah perbuatan yang sangat berat dan
susah dilakukan manusia. Hawa nafsu cenderung mendorong manusia kepada
keburukan Sebagai akibatnya, manusia yang cenderung mengikuti hawa nafsu akan
terjebak ke dalam kekejian, kemungkaran, dan kezaliman. Inilah yang dewasa ini
menjelma dalam kehidupan sebagian masyarakat kita dalam berbagai bentuk
kekerasan, pembunuhan, perzinahan, pencurian, dan bentuk kejahatan lainnya. Semuanya
itu menunjukkan terjadinya degradasi moral atau kerusakan moral. Kerusakan
moral ini bisa kita lihat dalam bentuk nyata kondisi masyarakat kita saat ini,
diantaranya;
1.
Jika
kita dulu dikenal sebagai bangsa yang ramah tamah, namun sekarang sebagian anak
bangsa cenderung pemarah, mudah tersinggung, dan kemudian menempuh jalan
kekerasan dalam menyelesaikan masalah. Banyak yang terjebak ke dalam fanatisme
buta dari pada mengembangkan toleransi.
2.
Kita
juga dikenal sebagai bangsa pejuang, tidak kenal lelah dan pantang menyerah
terhadap segala macam tantangan. Namun sekarang daya juang itu mulai berkurang,
tergerus oleh zaman. Kebanyakan cenderung menjadi pecundang. Mereka tidak tahan
terhadap ujian dan cobaan, sehingga mengambil jalan pintas menerabas hukum dan
undang-undang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. bahkan terjatuh
pada kecenderungan membanggakan bangsa-bangsa lain yang dianggapnya maju dan
moderen. Sehingga kehilangan jati diri dan tidak bangga terhadap bangsanya
sendiri.
3.
Kita
juga punya tradisi bergotong royong. dalam menyelesaikan berbagai persoalan dan
kegiatan. Diselesaikan bersama dalam prinsip “berat sama dipikul, ringan sama
dijinjing”. Namun sekarang semua itu mulai mengendur tergerus waktu. keikhlasan
dan ketulusan yang terdapat dalam peribahasa “sepi ing pamrih rame ing gawe”,
sudah tergantikan, sekarang segala sesuatu diukur dari sudut materi atau
bendawi. (wani piro).
Hadirin saudaraku
kadang kinasih semua yang saya hormati dan saya cintai,
Tentu
gambaran potret buram tadi tidak boleh terjadi pada diri kita sebagai insan
PSHT, karena;
1.
Kita
telah didik dan disadarkan bahwa kita hidup dalam perbedaan, kemajemukan,
(plural), dan telah mengikat janji menjadi bersaudara. Untuk menjaga
persaudraan kita tetap langgeng, maka kita harus menjunjung tinggi toleransi,
saling menghormati, menyanyangi, menyintai, dan saling bertanggung jawab.
Persaudaraan yang kita bangun adalah ukhwah wathoniah, persaudaraan yang
terlepas dari kefanatikan SARA (suku, agama, ras, dan antar golongan).
2.
Kita
dididik memiliki semangat juang yang tinggi, tidak mudah putus asa (ceklekan
hati), dalam menghadapi masalah hidupnya. Kita sadar bahwa setiap manusia hidup
pasti punya masalah, sebab masalah adalah kekasih manusia yang paling setia.
(sepira gedhene sengsara, yen tinampa amung dadi coba). Ini juga terpantul
dalam falsafah kita; “Manusia dapat dihancurkan, manusia dapat dimatikan,
tetapi manusia tidak dapat dikalahkan selama manusia itu Setia pada Hatinya
sendiri”. Dan ini hanya dimiliki oleh manusia yang beriman.
3.
Kita
juga dididik memiliki persaudaraan yang kekal abadi, persaudaraan saklawase,
kita harus selalu bersama dan bersatu dalam menyelesaikan masalah. (all in
one), dalam hal ini kita bisa belajar seperti halnya sapu lidi, atau semut
ireng yang selalu bersama-sama dalam menyelesaikan tugasnya. Kita juga dididik
untuk selalu ikhlas dalam menjalankan dharma kehidupannya, sabar dan pemaaf
atau sugih pangapura. (Gung samudra pangaksami). Hadirin Kadang Kinasih yang
saya hormati dan saya cintai,
Hidup
di Jaman sekarang (jaman now) disebut
juga jaman melenial atau juga globalisasi dan modernisasi telah membawa
perubahan nilai dan tradisi dalam kehidupan kita, dampaknya bisa positif maupun
negatif. Pada sisi positif, membawa kemajuan dan kemudahan bagi kita dalam berkomunikasi
satu sama lain, memperoleh informasi dan pengetahuan tentang berbagai macam
hal, terutama akibat perkembangan teknologi informasi. Tetapi di sisi lain,
kemajuan tersebut juga membawa dampak negatif, diantaranya melahirkan tiga
sifat manusia, yaitu; manusia individualistik, manusia materialistik, dan
manusia hedonistik.
Ketiga
kecenderungan inilah, yang menempatkan manusia sebagai pusat kesadaran dan
kehidupan, sesungguhnya merupakan sikap-sikap yang anti Tuhan (atheis).
Seharusnya Allah lah yang harus menjadi pusat kesadaran dan kehidupan manusia.
Sebagaimana terpantul dari syahadat kita: “La ilaha illallah, Muhammadar
Rasulullah”. Bahkan lebih dari Allah SWTlah yang menjadi tujuan dan muara hidup
kita, sebagaimana terdapat dalam ungkapan; “inna lillahi wa inna ilaihi
roji’un”, sesungguhnya kita milik Allah, berasal dari Allah dan akan kembali ke
hadiratNya.
Kadang kinasih yang
saya hormati,
Saat
ini kita harus pandai menyikapi dan mengunakan media sosial, sebab dunia medsos
memiliki dua mata sisi yang berbeda. Bisa membangun dan bisa juga
menghancurkan. Seperti halnya saat ini,
Persaudaraan
kita sedang diuji, PSHT yang kita cintai ini sedang diserang virus yang
berpotensi akan menghancurkan ajaran-ajaran luhurnya. Penyebab utamanya adalah
karena adanya “ketidak jujuran”. Lihat saja di medsos, karena berbeda sudut
pandangnya dalam menyikapai permasalahan yang terjadi kareana adanya Parluh
2016 dan Parluh 2017, dengan ganasnya mereka setiap hari tanpa henti, dengan bangganya
memprovokasi, membuly, memfitnah sesepuh-sesepuh kita yang ada di Padepokan
Agung Madiun, dengan tujuan mempengaruhi para warga, untuk mengikuti dan
bergabung dengan kelompoknya dengan dalil “nyawiji”.
Nyawiji
itu sangat baik, namun bagaimana bisa terjadi, kalau selalu menyakiti, dengan
caci maki saben hari. Mereka semua sebenarnya adalah saudara kita sendiri, namun
sayang mereka telah melupakan ajaran demi nafsu menguasai. Mereka lupa dari
mana mereka dapat ilmu SH Terate, rata-rata mereka sok tahu segalanya, melebihi
pengetahuan dari para sesepuh kita. Mereka juga lupa bahwa, bliau para sesepuh
sudah menjadi warga PSHT dan mengembangkan PSHT, jauh sebelum kita mengenal
PSHT, bahkan sebelum kita lahir di dunia ini. Mereka merasa yang paling benar,
dan tidak pernah bisa melihat dan menerima kebenaran orang lain. Mengapa
demikian?
Sebab
hakekatnya pikiran, mata dan hati mereka itu sendiri yang tidak benar dan sudah
dibutakan oleh kebenaran itu sendiri. Oleh karena itu saya mengingatkan dan
mengajak kepada saudara-saudaraku semua; Mari kita tetap solit, jaga integritas
kita, jaga paseduluran kita, saling mengingatkan, jangan mudah percaya
informasi di medsos yang tidak jelas sumbernya, apalagi mendeskreditkan
Pengurus PSHT Pusat Madiun yang ada di Padepokan Agung Madiun.
Jikalau
ada saudara kita yang sudah tidak sejalan dengan kita, tidak mau berkumpul lagi
dengan kita, dan bergabung, berkumpul dengan kelompok lain, kita hormati dan
ikhlaskan, walau terasa sakit di hati ini. Karena mengingatkan kembali kebaikan
yang telah kita berikan, yang sebenarnya sudah kita lupakan. Sebab pada
hakekatnya setiap manusia akan merasa nyaman apabila kumpul dengan manusia yang
memiliki frekuensi sama. Namun kita harus tetap tegar dan tegas menghadapi
ujian ini, semoga Gusti Allah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya kepada kita
untuk selalu menjaga dan menjalankan ajaran serta tradisi Pesuadaraan Setia
Hati Terate. Khususnya dalam membangun kejayaan PSHT cabang Tebo yang sama-sama
kita cintai ini.
mau
berkumpul lagi dengan kita, dan bergabung, berkumpul dengan kelompok lain, kita
hormati dan ikhlaskan, walau terasa sakit di hati ini. Karena mengingatkan
kembali kebaikan yang telah kita berikan, yang sebenarnya sudah kita lupakan.
Sebab pada hakekatnya setiap manusia akan merasa nyaman apabila kumpul dengan
manusia yang memiliki frekuensi sama. Namun kita harus tetap tegar dan tegas
menghadapi ujian ini, semoga Gusti Allah memberikan kekuatan dan hidayah-Nya
kepada kita untuk selalu menjaga dan menjalankan ajaran serta tradisi
Pesuadaraan Setia Hati Terate. Khususnya dalam membangun kejayaan PSHT cabang
Tebo yang sama-sama kita cintai ini.
Kadang kinasih yang
saya hormati,
Yang
menjadi pelajaran berharga bagi kita dari sejarah buram perjalanan PSHT saat
ini adalah;
“segala
sesuatu yang diawali dari ketidakjujuran (kebohongan) pasti akan menghasilkan
keburukan dan kehancuran. Begitu juga sebaliknya, jika diawali dengan kejujuran
pasti akan menghasilkan kebaikan dan keharmonisan”.
Dalam
perjalanan hidup kita, baik dalam menjalankan hubungan vertikal (hablun
minallah), dan hubungan horizontal (hablun
minannas) pasti ada masalah, sehingga berakibat salah dan dosa.
Takdir
manusia itu bersalah dan berdosa, maka tidak ada manusia yang tidak bersalah
dan tidak berdosa. Namun kita harus yakin, Gusti Allah itu maha rahman dan
rohim, dan janji-Nya itu pasti. Jika kita melakukan kesalahan terhadap sesama
segeralah minta maaf, dan jika berdosa kepada Allah, segeralah minta
pengampunan. Berdo’alah kepada Allah, niscaya Allah kabulkan. (ud’uuni astajiblakum). Maka jadikanlah
diri kita sebagai manusia yang pandai berdo’a. Sebab hanya orang sombong yang
tidak mau berdo’a. Oleh karena itu saya mengingatkan dan mengajak saudara-audaraku
semua mari setiap saat kita berdo’a, semoga Allah swt senantiasa memberi
kekuatan dan hidayah-ya kepada kita untuk dapat menjaga persaudaraan ini tetap
langgeng, dan Persaudaraan Setia Hati Terate Cabang Tebo dijauhkan dari segala
fitnah yang akan memecah belah dan merusak persaudaraan kita.
Aamiin
ya rabbal ‘alamiin.
Kadang kinasih yang
saya hormati,
Pada
kesempatan yang baik ini ijinkan saya mengucapkan;
Taqabbalallahu minna
wa minkum, Minal ‘aidiin wal faiziin, mohon maaf atas segala kilaf dan salah, semoga
Allah swt menerimal segala amal ibadah kita semua, dan mengampuni segala
dosa-dosa kita, serta menempatkan kita masuk pada golongan Muttakin. Aamiin yaa
robbal ‘alamiin……
Selanjutnya
mari kita bermohon kepada Allah, semoga Allah swt senantiasa mengijinkan kita
untuk selalu bersemboyan;
“selama
matahari masih bersinar, selama bumi masih dihuni manusia, selama itu pula Persaudaraan
Setia Hati Terate, tetap kekal, jaya abadi, selama-lamanya”.
Demikian
yang dapat saya sampaikan, terima kasih atas segala perhatiannya, mohon maaf
atas segala kekurangannya.
Barokallohu
liwalakum……
Wassalamu’alaikum
warahmatullahi wabarahkatuh.
Rimbo
Bujang, 23 Juni 2019
SUTIKNO, S.Pd.I, M.Pd
0 Komentar